New Page 8
TANYA JAWAB SEPUTAR PAJAK BUMI DAN BANGUNAN,
BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN
BANGUNAN
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
A. SUBJEK PAJAK
1 Siapa Subjek PBB ?
Subjek
PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai hak atas bumi, dan atau
memperoleh manfaat atas bumi, dan atau memiliki, menguasai, dan atau memperoleh
manfaat atas bangunan. Subjek PBB yang dikenakan kewajiban membayar PBB
berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku menjadi Wajib
Pajak.
·
Dalam
hal objek PBB belum jelas diketahui Wajib Pajaknya, maka Direktur Jenderal Pajak
dapat menetapkan Wajib Pajak.
·
Apabila
Wajib Pajak dimaksud memberikan keterangan secara tertulis kepada Direktur
Jenderal Pajak bahwa ia bukan Wajib Pajak atas objek pajak dimaksud, maka :
ü
Direktur
Jenderal Pajak membatalkan penetapan sebagai Wajib Pajak dalam jangka
waktu 1 (satu) bulan sejak diterimanya surat keterangan dimaksud apabila
keterangan dimaksud disetujui;
ü
Direktur
Jenderal Pajak mengeluarkan surat keputusan penolakan dengan disertai
alasan-alasannya apabila keterangan yang diajukan itu tidak disetujui;
ü
Apabila
setelah jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya keterangan
Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan, maka keterangan yang
diajukan itu dianggap diterima.
·
Tanda
pembayaran/pelunasan PBB bukan merupakan bukti pemilikan hak.
B. OBJEK PAJAK
1
Apa yang menjadi Objek PBB ?
Objek
PBB adalah bumi dan/atau bangunan.
·
Bumi
adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya;
·
Bangunan
adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah
dan/atau perairan. Termasuk dalam pengertian bangunan adalah :
-
jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti hotel,
pabrik, dan emplasemennya, dan lain-lain yang merupakan satu kesatuan dengan
kompleks bangunan tersebut;
-
jalan TOL;
-
kolam renang;
-
pagar mewah;
-
tempat olah raga;
-
galangan kapal, dermaga;
-
taman mewah;
-
tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak;
-
fasilitas lain yang memberikan manfaat.
2 Objek pajak apa saja yang tidak
dikenakan PBB ?
·
Objek
Pajak yang digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang
ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional, yang tidak
dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;
·
Objek
Pajak yang digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis
dengan itu;
·
Objek
Pajak merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional,
tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum
dibebani suatu hak;
·
Objek
Pajak yang digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas
perlakuan timbal balik;
·
Objek
Pajak yang digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang
ditentukan oleh Menteri Keuangan.
Yang
dimaksud dengan tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan adalah bahwa objek
PBB semata-mata hanya digunakan untuk pelayanan umum dan nyata-nyata tidak
ditujukan untuk mencari keuntungan. Hal ini dapat diketahui antara lain dari
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dari yayasan/badan yang bergerak dalam
bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional tersebut.
Termasuk pengertian ini adalah hutan wisata milik Negara sesuai Pasal 2
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan.
3 Bagaimana perlakuan atas Objek
PBB yang digunakan oleh negara untuk penyelenggaraan pemerintahan ?
Objek
PBB yang digunakan oleh negara untuk penyelenggaraan pemerintahan, penentuan
pengenaan pajaknya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
C. TARIF PAJAK
1 Berapa besarnya tarif PBB ?
Tarif
PBB adalah tunggal sebesar 0,5% (lima per sepuluh persen).
D. DASAR PENGENAAN DAN CARA
MENGHITUNG PBB (250304 )
1 Apa
yang boleh dikurangkan dalam penghitungan PBB ?
Nilai
Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP). NJOPTKP diberikan kepada setiap
Wajib Pajak sebagai pengurang penghitungan PBB terutang.
2
Berapa besarnya NJOPTKP ?
NJOPTKP
ditetapkan secara regional (setiap kabupaten/kota) paling banyak sebesar
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak oleh Kepala
Kanwil DJP atas nama Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan pendapat Pemda
setempat.
3
Bagaimana perlakuan pemberian NJOPTKP kepada Wajib Pajak yang memiliki lebih
dari satu Objek PBB ?
NJOPTKP
diberikan hanya sekali untuk Objek PBB yang nilainya paling tinggi untuk satu
tahun pajak.
4
Apakah dasar pengenaan PBB ?
Dasar
pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (sales value = NJOP), yaitu harga
rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar.
Bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui
perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru,
atau Nilai Jual Objek Pajak pengganti.
NJOP
ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah
tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai perkembangan daerahnya.
Yang
dimaksud dengan :
·
Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, adalah suatu
pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara
membandingkannya dengan objek pajak lain yang sejenis yang letaknya berdekatan
dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya;
·
Nilai
perolehan baru, adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek
pajak dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh
objek tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang dikurangi dengan penyusutan
berdasarkan kondisi fisik objek tersebut;
·
Nilai
jual pengganti, adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek
pajak yang berdasarkan pada hasil produksi objek pajak tersebut.
5
Bagaimana cara untuk memudahkan penghitungan PBB terutang ?
Cara
untuk memudahkan penghitungan PBB terutang adalah dengan membuat klasifikasi
bumi dan bangunan, yaitu pengelompokan bumi dan bangunan menurut nilai
jualnya. Klasifikasi dimaksud sekaligus sebagai pedoman penentuan NJOP.
Faktor-faktor yang diperhatikan dalam dalam penentuan klasifikasi bumi adalah :
1.
letak;
2.
peruntukan;
3.
pemanfaatan;
4.
kondisi lingkungan dan lain-lain.
Faktor-faktor yang diperhatikan dalam dalam penentuan klasifikasi bangunan
adalah :
1.
bahan yang digunakan;
2.
rekayasa;
3.
letak;
4.
kondisi lingkungan dan lain-lain.
6
Apakah dasar penghitungan PBB ?
Dasar
penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (assessment value = NJKP) yaitu
suatu persentase tertentu dari NJOP yang dipergunakan sebagai dasar penghitungan
PBB. NJKP ditetapkan serendah-rendahnya 20% (dua puluh persen) dan
setinggi-tingginya 100% (seratus persen) dari NJOP.
Berdasarkan PP Nomor 25 Tahun 2002:
·
Objek PBB perkebunan,
perhutanan, dan pertambangan sebesar 40 % dari NJOP ;
·
Objek PBB lainnya :
1)
sebesar 40 % dari NJOP apabila NJOP bernilai Rp1.000.000.000,- (satu
milyar rupiah ) atau lebih;
2)
sebesar 20 % dari NJOP apabila NJOP bernilai kurang dari
Rp1.000.000.000,- (satu milyar rupiah ).
7.
Bagaimana cara menghitung PBB terutang ?
Penghitungan PBB adalah sebagai
berikut :
-
NJOP sebagai dasar
pengenaan PBB = Jumlah NJOP
bumi dan bangunan
-
NJOP untuk
penghitungan PBB = NJOP
sebagai dasar pengenaan PBB dikurangi dengan NJOPTKP
-
NJKP
= (20% atau 40%)* x NJOP untuk
penghitungan PBB
-
PBB yang terutang
= 0,5% x NJKP
NJOP bumi = luas bumi x NJOP bumi per
m2
NJOP bangunan = luas bangunan x NJOP
bangunan per m2
*) Besarnya ditentukan berdasarkan
jumlah NJOP bumi dan
bangunan dan sektor.
E. TAHUN PAJAK, SAAT, DAN TEMPAT
YANG MENENTUKAN PBB TERUTANG (250304 )
1. Kapan saat PBB terutang?
Saat PBB terutang adalah keadaan objek PBB pada tanggal 1 Januari untuk suatu
tahun pajak tertentu (jangka waktu satu tahun takwim)
2. Dimana tempat PBB terutang?
Tempat
PBB terutang adalah :
a.
untuk daerah Jakarta, di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, yang meliputi
letak objek PBB;
b.
untuk daerah lainnya, di wilayah Kabupaten/Kota, yang meliputi letak objek PBB.
F. PENDAFTARAN, SURAT
PEMBERITAHUAN OBJEK PAJAK (SPOP), SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK TERUTANG (SPPT), DAN
SURAT KETETAPAN PAJAK (SKP) (250304 )
1.
Apa kewajiban subjek PBB dalam rangka pendaftaran Objek PBB ?
Mendaftarkan objek PBB-nya dengan mengisi SPOP secara jelas, benar, dan lengkap
serta ditandatangani dan disampaikan ke KPPBB/KP4/tempat lain yang ditunjuk yang
wilayah kerjanya meliputi letak objek PBB, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh)
hari setelah tanggal diterimanya SPOP oleh subjek PBB.
Pelaksanaan dan tata cara pendaftaran objek pajak sebagaimana diatur lebih
lanjut oleh Menteri Keuangan.
SPOP adalah sarana bagi Wajib Pajak
untuk mendaftarkan Objek PBB yang akan dipakai sebagai dasar untuk menghitung
PBB yang terutang.
Yang
dimaksud dengan jelas, benar, dan lengkap adalah :
·
Jelas, berarti penulisan
data yang diminta dalam SPOP dibuat sedemikian rupa, sehingga tidak menimbulkan
salah tafsir yang dapat merugikan negara maupun Wajib Pajak sendiri;
·
Benar, berarti data yang
dilaporkan harus sesuai dengan keadaan yang sebenarnya;
·
Lengkap
berarti seluruh bagian yang harus diisi oleh Wajib Pajak terisi semua dan
ditandatangani.
2. Apa sanksi yang dapat
dikenakan apabila Wajib Pajak tidak mengembalikan SPOP atau mengisi SPOP secara
jelas, benar, dan lengkap ?
a.
Sanksi Administrasi
-
Dalam hal WP tidak
menyampaikan kembali SPOP pada waktunya dan setelah ditegur secara tertulis
tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam surat teguran, maka akan
diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dengan sanksi berupa denda administrasi
sebesar 25% dari PBB yang terutang.
-
Apabila pengisian SPOP
setelah diteliti atau diperiksa ternyata tidak benar (lebih kecil), maka akan
diterbitkan SKP dengan sanksi berupa denda administrasi sebesar 25% dari selisih
besarnya PBB yang terutang.
b.
Sanksi Pidana
-
Barang siapa karena
kealpaannya tidak mengembalikan SPOP atau mengembalikan SPOP tetapi isinya tidak
benar atau tidak lengkap dan/ atau melampirkan keterangan yang tidak benar
sehingga menimbulkan kerugian bagi negara, dipidana dengan pidana kurungan
selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya 2 (dua) kali lipat
pajak yang terutang;
-
Barang siapa karena
dengan sengaja :
1).
Tidak mengembalikan atau menyampaikan SPOP kepada Direktorat Jenderal
Pajak;
2).
Menyampaikan SPOP tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan atau
melampirkan keterangan yang tidak benar;
3).
Memperlihatkan surat palsu atau dipalsukan atau dokumen yang palsu atau
dipalsukan seolah-olah benar;
4).
Tidak memperlihatkan data atau tidak meminjamkan surat atau dokumen
lainnya;
5).
Tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan yang
diperlukan;
sehingga menimbulkan kerugian pada
negara, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun atau denda
setinggi-tingginya sebesar 5 (lima) kali pajak yang terutang. Sanksi pidana
tersebut dilipatkan dua apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang
perpajakan sebelum lewat satu tahun, terhitung sejak selesainya menjalani
sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan atau sejak dibayarnya
denda.
3. Apakah yang dimaksud dengan
SPPT ?
SPPT adalah Surat Keputusan Kepala
KPPBB mengenai besarnya PBB terutang yang harus dibayar oleh Wajib Pajak pada 1
(satu) tahun pajak tertentu. SPPT diterbitkan berdasarkan data sebagaimana
tertulis pada SPOP.
4. Apa hak Wajib Pajak atas SPPT
?
-
Menerima SPPT PBB setiap tahun
pajak.
-
Mendapatkan penjelasan segala
sesuatu yang berhubungan dengan ketetapan PBB.
-
Mengajukan keberatan dan atau
pengurangan.
-
Mendapatkan Surat Tanda Terima
Setoran (STTS) atau Bukti Pelunasan Pembayaran PBB dari Tempat Pembayaran
(TP yaitu Bank/Kantor Pos yang tercantum pada SPPT atau ATM) atau Tanda
Terima Sementara (TTS) dari petugas pemungut PBB Kelurahan/Desa yang
ditunjuk resmi dengan SK Walikota/Bupati.
5. Apa kewajiban Wajib Pajak atas
SPPT ?
-
Menandatangani bukti tanda terima
SPPT dan menyampaikannya kembali kepada Lurah/Kepala Desa/Dinas Pendapatan
Daerah/KP4 untuk diteruskan ke KPPBB yang menerbitkan SPPT atau
menyampaikannya ke KPPBB.
-
Membayar/melunasi PBB terutang
pada tempat yang telah ditentukan.
6. Apakah yang dimaksud dengan
SKP PBB?
SKP PBB adalah Surat Keputusan Kepala
KPPBB yang memberitahukan besarnya PBB yang terutang termasuk denda administrasi
kepada Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakan sebagaimana
mestinya.
7. Apa yang menyebabkan SKP PBB
diterbitkan ?
SKP diterbitkan apabila :
-
Surat Pemberitahuan Objek Pajak
(SPOP) tidak disampaikan kembali dalam jangka waktu 30 hari dan setelah
ditegur secara tertulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam surat
teguran.
-
Berdasarkan hasil pemeriksaan atau
keterangan lain yang ada ternyata jumlah PBB yang terutang lebih besar dari
jumlah PBB yang dihitung berdasarkan SPOP yang disampaikan oleh WP.
8. Berapakah besarnya PBB
terutang dalam SKP PBB?
-
Jumlah PBB yang terutang dalam SKP
yang disebabkan oleh pengembalian SPOP lewat 30 hari setelah diterima WP
adalah sebesar pokok pajak ditambah dengan denda administrasi sebesar 25%
dihitung dari pokok pajak.
-
Jumlah PBB yang terutang dalam SKP
yang disebabkan oleh hasill pemeriksaan atau keterangan lainnya, dihitung
berdasarkan SPOP ditambah denda administrasi 25% dari selisih PBB yang
terutang.
G. TATA CARA PEMBAYARAN DAN
PENAGIHAN (250304 )
1. Kapan batas waktu pelunasan
utang PBB ?
·
Berdasarkan SPPT yang diterima, Wajib Pajak harus melunasi utang PBB-nya
selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT.
·
Berdasarkan SKP yang diterima, Wajib Pajak harus melunasi utang PBB-nya
selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya SKP.
2. Berapa denda yang dikenakan
kepada Wajib Pajak yang belum melunasi utang PBB-nya setelah lewat jatuh tempo ?
PBB
terutang yang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar atau kurang dibayar
dikenakan denda administrasi sebesar 2% (dua persen) sebulan, yang dihitung dari
saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24
(dua puluh empat) bulan dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
3. Bagaimana cara membayar PBB ?
Wajib pajak membayar PBB terutang
melalui :
-
Bank atau Kantor Pos
yang tercantum pada SPPT atau
-
ATM bank-bank tertentu
(BCA, BII) atau
-
Counter/teller bank-bank
tertentu (Bank Nusantara Parahyangan) atau
-
Petugas pemungut PBB
Kelurahan/Desa yang ditunjuk resmi dengan SK Walikota/Bupati.
Catatan :
Pembayaran harus dilakukan sekaligus (tidak diperkenankan mencicil).
4. Apakah dasar penagihan PBB ?
Dasar
penagihan PBB adalah SPPT, SKP, dan Surat Tagihan Pajak (STP).
5. Apa saja yang dapat ditagih
dengan STP PBB?
Pokok
pajak terutang yang belum atau kurang dibayar dan atau denda administrasi. STP
harus dilunasi selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya STP
oleh Wajib Pajak.
6. Dalam hal bagaimana STP PBB
diterbitkan ?
·
Wajib pajak tidak
melunasi PBB terutang setelah lewat jatuh tempo pembayaran SPPT/SKP.
·
Wajib pajak melunasi PBB
terutang setelah lewat jatuh tempo pembayaran SPPT/SKP, tetapi denda
administrasi tidak dilunasi.
7. Apakah upaya yang dapat dilakukan apabila STP PBB
telah lewat jatuh tempo dan tidak dilunasi ?
Apabila
STP PBB tidak dibayar setelah lewat jatuh tempo ditagih dengan Surat Paksa (SP)
berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
s.t.d.d. UU Nomor 19 Tahun 2000.
H. KEBERATAN DAN BANDING (250304 )
1. Apa saja yang dapat diajukan
permohonan keberatan PBB ?
Yang
dapat diajukan keberatan PBB adalah besarnya PBB terutang sebagaimana tercantum
dalam SPPT atau SKP.
Keberatan dimaksud dapat dikarenakan :
·
Kesalahan luas bumi dan
atau bangunan;
·
Kesalahan klasifikasi
bumi dan atau bangunan;
·
Kesalahan
penetapan/pengenaan;
·
Terdapat perbedaan
penafsiran peraturan perundang-undangan PBB antara Wajib Pajak dan fiskus;
·
Kesalahan Penetapan
Subjek Pajak.
Keberatan atas SPPT atau SKP harus diajukan masing-masing dalam satu surat
keberatan tersendiri untuk setiap tahun pajak.
2. Bagaimana tata cara permohonan
keberatan PBB ?
-
Membuat permohonan secara tertulis
dalam bahasa Indonesia kepada Kepala KPPBB disertai dengan alasan yang
jelas.
-
Menyampaikan permohonan secara
lengkap sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam batas waktu 3 (tiga)
bulan sejak diterimanya SPPT atau SKP, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan
bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar
kekuasaannya.
-
Diajukan per Objek PBB dan per
tahun pajak.
-
Melampirkan foto kopi sebagai
berikut :
o
Bukti pemilikan hak atas
tanah/sertifikat; dan/atau
o
Bukti Surat Ukur/Rincik;
dan/atau
o
Akta Jual Beli; dan/atau
o
SPPT/SKP; dan/atau
o
Izin Mendirikan Bangunan
(IMB); dan/atau
o
Bukti pendukung (resmi)
lainnya.
Ø
Tanda
penerimaan Surat Keberatan yang diberikan oleh pejabat Direktorat Jenderal Pajak
yang ditunjuk untuk itu atau tanda pengiriman Surat Keberatan melalui pos
tercatat menjadi tanda bukti penerimaan Surat Keberatan tersebut bagi
kepentingan Wajib Pajak.
Ø
Apabila
diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan keberatan, Direktur Jenderal
Pajak wajib memberikan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan PBB.
Ø
Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar PBB dan pelaksanaan
penagihan.
3. Berapa lama jangka waktu
penyelesaian permohonan keberatan PBB ?
Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan
sejak tanggal Surat Permohonan Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas
keberatan yang diajukan. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud telah lewat
dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan suatu keputusan, maka keberatan
yang diajukan tersebut dianggap diterima.
4. Apa yang dapat disampaikan
oleh Wajib Pajak sebelum keputusan keberatan diterbitkan ?
Sebelum surat keputusan keberatan diterbitkan, Wajib Pajak dapat menyampaikan
alasan tambahan atau penjelasan tertulis.
5. Apa bentuk keputusan
keberatan ?
Keputusan Keberatan dapat berupa :
-
menerima seluruhnya, apabila
data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan keberatan dan/atau
diperoleh dalam pemeriksaan terbukti kebenarannya.
-
menerima sebagian, apabila
data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan keberatan dan/atau
diperoleh dalam pemeriksaan sebagian terbukti kebenarannya.
-
menolak, apabila data/bukti-bukti
yang dilampirkan dalam pengajuan keberatan dan/atau diperoleh dalam
pemeriksaan tidak terbukti kebenarannya.
-
menambah jumlah pajaknya, apabila
data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan keberatan dan/atau
diperoleh dalam pemeriksaan, mengakibatkan peningkatan jumlah PBB-nya.
6.
Apa yang dapat dilakukan Wajib Pajak jika permohonan keberatannya ditolak ?
Wajib
pajak yang keberatannya ditolak dapat mengajukan banding ke Badan Pengadilan
Pajak (BPP).
Ketentuan banding PBB mengikuti ketentuan dalam UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang
KUP stdtd UU Nomor 16 Tahun 2000.
7.
Apa bentuk putusan Banding ?
Putusan Banding dapat berupa :
-
menolak;
-
mengabulkan sebagian
atau seluruhnya;
-
menambah pajak yang
harus dibayar;
-
tidak dapat diterima;
8.
Bagaimana sifat Putusan Banding ?
Putusan Banding oleh BPP bukan
merupakan putusan final dan dapat diajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah
Agung.
9.
Bagaimana jika Putusan Banding menerima sebagian atau seluruhnya ?
Apabila putusan banding menerima
sebagian atau seluruhnya, maka kelebihan pembayaran dikembalikan dengan ditambah
imbalan bunga sebesar 2% untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat)
bulan dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran
PBB sampai dengan diterbitkannya Putusan Banding.
I. PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN PBB
(250304 )
1. Bagaimana pengelolaan hasil
penerimaan PBB ?
Hasil penerimaan PBB dibagi dengan
perimbangan sebagai berikut :
·
10 % (duapuluh persen)
untuk pemerintah pusat (6,5% dikembalikan lagi secara merata ke setiap
kabupaten/kota dan 3,5% diberikan kepada kabupaten/kota yang mencapai target
penerimaan sektor pedesaan dan perkotaan);
·
16,2 % (enambelas koma
dua persen) untuk propinsi;
·
64,8 % (enampuluh empat
koma delapan persen) untuk kabupaten/kota.
·
9 % (sembilan persen)
untuk biaya pungut (diberikan kepada kabupaten/kota, propinsi, dan Ditjen Pajak)
J. PENGURANGAN (250304 )
1. Kepada siapa pengurangan PBB dapat
diberikan ?
Pengurangan PBB yaitu pemberian
keringanan pembayaran PBB yang terutang atas Objek PBB dapat diberikan kepada :
·
Wajib pajak orang
pribadi atau badan karena kondisi tertentu Objek PBB yang ada hubungannya dengan
Subjek PBB dan atau karena sebab-sebab tertentu lainnya, yaitu :
o
lahan
pertanian/perkebunan/perikanan/peternakan yang hasilnya sangat terbatas yang
dimiliki/dikuasai atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi;
o
Objek PBB yang dimiliki,
dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang
berpenghasilan rendah yang nilai jualnya meningkat disebabkan karena adanya
pembangunan atau perkembangan lingkungan;
o
Objek PBB yang dimiliki,
dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang
penghasilannya semata-mata berasal dari pensiun, sehingga kewajiban PBB-nya
sulit dipenuhi;
o
Objek PBB yang dimiliki,
dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh masyarakat berpenghasilan rendah, sehingga
kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi;
o
Objek Pajak yang
dimiliki, dikuasai, atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Badan yang mengalami
kerugian dan kesulitan likuiditas yang serius sepanjang tahun, sehingga tidak
dapat memenuhi kewajiban rutin perusahaan;
Pemberian pengurangan dapat diberikan
setinggi-tingginya 75% (tujuh puluh lima persen) dan ditetapkan
berdasarkan kondisi/penghasilan Wajib Pajak.
·
Wajib Pajak Orang
Pribadi dalam hal objek PBB terkena bencana alam seperti gempa bumi, banjir,
tanah longsor, gunung meletus, dan sebagainya serta sebab-sebab lain yang luar
biasa seperti kebakaran, kekeringan, wabah penyakit, dan hama tanaman.
Untuk kondisi Wajib Pajak ini dapat
diberikan pengurangan sampai dengan 100% (seratus persen).
·
Wajib Pajak anggota
veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan termasuk
janda/dudanya.
Pemberian pengurangan ditetapkan
75% (tujuh puluh lima persen), akan tetapi bagi janda/dudanya telah
menikah lagi diberikan setinggi-tingginya 75% (tujuh puluh lima persen) dan
ditetapkan berdasarkan kondisi/penghasilan Wajib Pajak.
2. Bagaimana
tata cara pengajuan permohonan pengurangan PBB ?
-
Diajukan secara tertulis dalam
bahasa Indonesia kepada Kepala KPPBB yang menerbitkan SPPT/SKP dengan
menyebutkan persentase pengurangan yang diminta.
-
Pengajuan permohonan dilakukan
dengan ketentuan :
o
Untuk ketetapan PBB s/d
Rp100.000,- (seratus ribu rupiah) dapat diajukan secara perseorangan atau
kolektif (melalui Kepala Desa/Lurah dan diketahui oleh Camat).
o
Untuk ketetapan PBB di
atas Rp100.000,- (seratus ribu rupiah) harus diajukan oleh WP yang bersangkutan
dengan melampirkan :
1).
fotokopi SPPT/SKP PBB Tahun Pajak yang dimohonkan;
2).
fotokopi STTS tahun pajak terakhir;
3).
fotokopi KTP/SIM/Tanda Pengenal Diri lainnya.
o
Untuk WP Badan,
melampirkan fotokopi :
1).
SPPT/SKP PBB tahun yang dimohonkan;
2).
fotokopi STTS tahun pajak terakhir;
3).
SPT PPh tahun terakhir;
4).
Laporan Keuangan Perusahaan.
o
Untuk Objek Pajak yang
terkena bencana alam, hama tanaman dan sebab lain yang luar biasa dan bersifat
massal diajukan oleh Kepala Desa/Lurah dengan diketahui oleh Camat dengan
mencantumkan nama-nama Wajib Pajak yang dimohonkan pengurangannya dengan
mempergunakan formulir yang telah ditentukan.
·
Permohonan diajukan
selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung sejak SPPT/SKP diterima Wajib Pajak
atau terjadinya bencana alam atau sebab-sebab lain yang luar biasa.
·
Pengurangan atas SKP
hanya dapat diberikan atas pokok ketetapan PBB terutang;
·
Apabila batas waktu
pengajuan tersebut tidak dipenuhi, maka permohonannya tidak diproses, dan Kepala
KPPBB yang bersangkutan harus memberitahukan secara tertulis kepada WP/Kepala
Desa/Lurah, disertai penjelasan seperlunya.
3. Apa kriteria pengajuan
permohonan pengurangan PBB ?
·
Pengurangan PBB untuk
masing-masing kabupaten/kota hanya diberikan untuk 1 (satu) objek PBB yang
dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan Wajib Pajak;
·
Dalam hal Wajib Pajak
Orang Pribadi memiliki, menguasai dan atau memanfaatkan lebih dari 1 (satu)
objek PBB maka objek yang dapat diajukan permohonan pengurangan adalah objek PBB
yang menjadi tempat domisili Wajib Pajak;
·
Dalam hal Wajib Pajak
yang memiliki, menguasai dan atau memanfaatkan lebih dari 1 (satu) objek PBB
adalah Wajib Pajak Badan, maka objek yang dapat diajukan permohonan pengurangan
adalah salah satu objek pajak yang dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan
Wajib Pajak.
K. PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN
PBB (250304 )
1. Dalam hal apa terjadi kelebihan
pembayaran PBB ?
Kelebihan pembayaran Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) terjadi dalam hal pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak (WP)
lebih besar dari jumlah PBB yang seharusnya terutang.
2. Apakah penyebab terjadinya
kelebihan pembayaran PBB ?
·
Perubahahan peraturan;
·
Surat Keputusan
Pemberian Pengurangan;
·
Surat Keputusan
Penyelesaian Keberatan;
·
Putusan Banding;
·
Kekeliruan pembayaran.
3. Bagaimanakah perlakuan atas
kelebihan pembayaran PBB ?
Kelebihan Pembayaran PBB dapat
dikembalikan kepada Wajib Pajak (restitusi), diperhitungkan dengan utang pajak
lainnya, atau disumbangkan kepada Negara.
4. Bagaimana tata cata pengajuan
permohonan atas kelebihan pembayaran PBB ?
·
WP mengajukan permohonan
secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan menyebutkan jumlah kelebihan
pembayaran disertai alasan yang jelas kepada Direktur Jenderal Pajak c.q. Kepala
KPPBB yang menerbitkan SPPT/SKP/STP.
·
Surat permohonan
disampaikan langsung atau dikirim melalui pos tercatat;
·
Surat permohonan
dilampiri dengan dokumen yang berkaitan dengan Objek Pajak yang dimohonkan
berupa:
-
fotokopi SPPT/SKP/STP
dan Surat Keputusan Keberatan/Banding dan/atau Surat Keputusan pemberian
pengurangan;
-
Asli Surat Tanda Terima
Setoran (STTS) PBB.
5. Dalam jangka waktu maksimal
berapa lama KPPBB harus memberikan jawaban atas surat permohonan dari Wajib
Pajak ?
Surat Keputusan Direktur Jenderal
Pajak harus diterbitkan dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak
diterimanya surat permohonan secara lengkap dari Wajib Pajak. Apabila dalam
jangka waktu tersebut surat keputusan tidak diterbitkan maka permohonan Wajib
Pajak dianggap dikabulkan.
6. Apakah bentuk Surat Keputusan
yang dapat diterbitkan atas pengembalian kelebihan pembayaran PBB ?
Kepala KPPBB atas nama Direktur
Jenderal Pajak menerbitkan :
·Surat
Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak PBB (SKKPP PBB), apabila jumlah PBB yang
dibayar ternyata lebih besar dari yang seharusnya terutang;
·Surat
Pemberitaan (SPb), apabila jumlah PBB yang dibayar sama dengan jumlah PBB yang
seharusnya terutang;
·Surat
Ketetapan Pajak (SKP), apabila jumlah PBB yang dibayar ternyata kurang dari
jumlah PBB yang seharusnya terutang.
7. Dalam jangka waktu maksimal
berapa lama Kepala KPPBB harus menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan
Pajak PBB (SPMKPPBB)?
Kepala KPPBB harus menerbitkan Surat
Perintah Membayar Kelebihan Pajak PBB (SPMKPPBB) dalam jangka waktu 2 (dua)
bulan sejak diterbitkannya SKKPPPBB. Dalam hal KPPBB terlambat menerbitkan
SPMKPPBB, maka WP diberikan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan sampai dengan
diterbitkannya SPMKPPBB.
L. LAIN-LAIN (250304 )
1. Siapakah yang dimaksud Pejabat yang berkaitan dengan Objek PBB ?
Pejabat
yang tugas pekerjaannya berkaitan langsung dengan objek PBB adalah : Camat
sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah, Notaris Pejabat Pembuat Akta Tanah, dan
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
2. Apa kewajiban Pejabat ?
Pejabat
yang dalam jabatannya atau tugas pekerjaannya berkaitan langsung dengan objek
pajak, wajib :
·
menyampaikan laporan bulanan mengenai semua mutasi dan perubahan keadaan objek
PBB secara tertulis kepada Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya
meliputi letak objek PBB;
·
memberikan keterangan yang diperlukan atas permintaan Direktorat Jenderal Pajak.
3. Selain Pejabat dimaksud siapakah yang mempunyai kewajiban untuk memberikan
keterangan yang ada hubungannya dengan objek PBB ?
Pejabat lain yang ada hubungannya dengan objek PBB yang mempunyai kewajiban
memberikan keterangan adalah Lurah atau Kepala Desa, Pejabat Dinas Tata Kota,
Pejabat Dinas Pengawasan Bangunan, Pejabat Agraria, Pejabat Balai Harta
Peninggalan..
4. Bagaimana seandainya pejabat dimaksud terikat dengan rahasia jabatan yang
harus dipegang sehubungan dengan penyampaian keterangan yang ada hubungannya
dengan objek PBB ?
Dalam hal pejabat dimaksud terikat oleh kewajiban untuk memegang rahasia
jabatan, kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan sepanjang menyangkut
pelaksanaan Undang-undang PBB.
5. Apa sanksi bagi Pejabat yang tidak menyampaikan laporan ?
Pejabat
yang tidak memenuhi kewajiban dapat dikenakan sanksi menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku, antara lain : Peraturan Pemerintah Nomor 30
Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil, Staatsblad Nomor 3
tentang Peraturan Jabatan Notaris.
BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN
BANGUNAN
A. SUBJEK PAJAK (250304 )
1. Siapa Subjek BPHTB ?
Subjek
BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau
bangunan. Subjek BPHTB yang dikenakan kewajiban membayar BPHTB menurut
perundang-undangan perpajakan yang menjadi Wajib Pajak.
B. OBJEK PAJAK (250304 )
1. Apa yang menjadi objek BPHTB ?
Objek
BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, meliputi:
a. Pemindahan hak karena:
jual beli;
tukar-menukar;
hibah;
hibah wasiat, yaitu suatu penetapan
wasiat yang khusus mengenai pemberian hak atas tanah dan atau bangunan kepada
orang pribadi atau badan hukum tertentu, yang berlaku setelah pemberi hibah
wasiat meninggal dunia;
waris;
pemasukan dalam perseroan atau badan
hukum lainnya, yaitu pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dari orang
pribadi atau badan kepada Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnya sebagai
penyertaan modal pada Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnya tersebut;
pemisahan hak yang mengakibatkan
peralihan, yaitu pemindahan sebagian hak bersama atas tanah dan atau bangunan
oleh orang pribadi atau badan kepada sesama pemegang hak bersama;
penunjukan pembeli dalam lelang, yaitu
penetapan pemenang lelang oleh Pejabat Lelang sebagaimana yang tercantum dalam
Risalah Lelang;
pelaksanaan putusan hakim yang
mempunyai kekuatan hukum tetap, yaitu adanya peralihan hak dari orang pribadi
atau badan hukum sebagai salah satu pihak kepada pihak yang ditentukan dalam
putusan hakim tersebut;
penggabungan usaha, yaitu penggabungan
dari dua badan usaha atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya
salah satu badan usaha dan melikuidasi badan usaha lainnya yang menggabung;
peleburan usaha, yaitu penggabungan
dari dua atau lebih badan usaha dengan cara mendirikan badan usaha baru dan
melikuidasi badan-badan usaha yang bergabung tersebut;
pemekaran usaha, yaitu pemisahan suatu
badan usaha menjadi dua badan usaha atau lebih dengan cara mendirikan badan
usaha baru dan mengalihkan sebagian aktiva dan pasiva kepada badan usaha baru
tersebut yang dilakukan tanpa melikuidasi badan usaha yang lama;
hadiah, yaitu suatu perbuatan hukum
berupa penyerahan hak atas tanah dan atau bangunan yang dilakukan oleh orang
pribadi atau badan hukum kepada penerima hadiah.
b. Pemberian hak baru karena:
1.
kelanjutan pelepasan hak, yaitu pemberian hak baru kepada orang pribadi
atau badan hukum dari Negara atas tanah yang berasal dari pelepasan hak;
2.
di luar pelepasan hak, yaitu pemberian hak baru atas tanah kepada orang
pribadi atau badan hukum dari Negara atau dari pemegang hak milik menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
o
Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum
yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang
pribadi atau badan.
o
Objek
pajak yang diperoleh karena waris dan hibah wasiat pengenaan BPHTB-nya diatur
lebih lanjut dalam PP Nomor 111 Tahun 2000;
o
Objek
pajak yang diperoleh karena pemberian hak pengelolaan pengenaan BPHTB-nya diatur
lebih lanjut dengan PP Nomor 112 Tahun 2000;
2. Apa saja yang termasuk hak atas
tanah ?
Hak atas
tanah meliputi :
a. hak milik, yaitu hak
turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang pribadi atau
badan-badan hukum tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah;
b. hak guna usaha (HGU), yaitu hak
untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dalam jangka waktu
sebagaimana yang ditentukan oleh perundang-undangan yang berlaku;
c. hak guna bangunan (HGB), yaitu
hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan
miliknya sendiri dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.
d. hak pakai, yaitu hak untuk
menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh
Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang
ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang
memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan
perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu
sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
e. hak milik atas satuan rumah
susun, yaitu hak milik atas satuan yang bersifat perseorangan dan terpisah. Hak
milik atas satuan rumah susun meliputi juga hak atas bagian bersama, benda
bersama, dan tanah bersama yang semuanya merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dengan satuan yang bersangkutan.
f. hak pengelolaan, yaitu hak
menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada
pemegang haknya, antara lain, berupa perencanaan peruntukan dan penggunaan
tanah, penggunaan tanah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, penyerahan
bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama
dengan pihak ketiga.
3. Objek pajak apa saja yang tidak
dikenakan BPHTB ?
·
objek
pajak yang diperoleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan
timbal balik;
·
objek
pajak yang diperoleh Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk
pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum;
·
objek
pajak yang diperoleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang
ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan syarat tidak menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan lain di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan
organisasi tersebut;
·
objek
pajak yang diperoleh orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena
perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama;
·
objek
pajak yang diperoleh orang pribadi atau badan karena wakaf;
·
objek
pajak yang diperoleh orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan
ibadah.
o
Yang
dimaksud dengan tanah dan atau bangunan yang digunakan untuk penyelenggaraan
pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum adalah
tanah dan atau bangunan yang digunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan baik
Pemerintah Pusat maupun oleh Pemerintah Daerah dan kegiatan yang semata-mata
tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, misalnya, tanah dan atau bangunan yang
digunakan untuk instansi pemerintah, rumah sakit pemerintah, jalan umum.
o
Yang
dimaksud dengan konversi hak adalah perubahan hak dari hak lama menjadi hak baru
menurut Undang-undang Pokok Agraria, termasuk pengakuan hak oleh Pemerintah.
o
Yang
dimaksud wakaf adalah perbuatan hukum orang pribadi atau badan yang memisahkan
sebagian dari harta kekayaannya yang berupa hak milik tanah dan atau bangunan
dan melembagakannya untuk selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau
kepentingan umum lainnya tanpa imbalan apapun.
C. TARIF PAJAK (250304 )
1. Berapa
besarnya tarif BPHTB ?
Tarif
BPHTB adalah 5% (lima persen).
D. DASAR PENGENAAN DAN CARA
PENGHITUNGAN PAJAK (250304 )
1. Apakah
dasar pengenaan BPHTB ?
Dasar
pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP), yaitu
a. jual
beli adalah harga transaksi;
b.
tukar-menukar adalah nilai pasar;
c.
hibah adalah nilai pasar;
d.
hibah wasiat adalah nilai pasar;
e.
waris adalah nilai pasar;
f.
pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar;
g.
pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar;
h.
peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan
hukum tetap adalah nilai pasar;
i.
pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak
adalah nilai pasar;
j.
pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak adalah nilai pasar;
k.
penggabungan usaha adalah nilai pasar;
l.
peleburan usaha adalah nilai pasar;
m.
pemekaran usaha adalah nilai pasar;
n.
hadiah adalah nilai pasar;
o.
penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum
dalam Risalah Lelang.
Dalam
hal NPOP tidak diketahui atau lebih rendah daripada Nilai Jual Objek Pajak
(NJOP) PBB pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan BPHTB yang dipakai
adalah NJOP PBB.
o
Yang
dimaksud dengan harga transaksi adalah harga yang terjadi dan telah disepakati
oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
o
Dalam
hal NJOP PBB pada tahun terjadinya perolehan belum ditetapkan, besarnya NJOP PBB
ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
2. Apa
yang boleh dikurangkan dalam penghitungan BPHTB ?
Nilai
Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). NPOPTKP diberikan untuk setiap
perolehan hak sebagai pengurang penghitungan BPHTB terutang.
3.
Berapa besarnya NPOPTKP ?
NPOPTKP ditetapkan secara regional
(setiap kabupaten/kota) paling banyak Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah),
kecuali dalam hal perolehan hak karena waris, atau hibah wasiat yang diterima
oleh orang pribadi dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat,
termasuk suami/istri, NPOPTKP regional paling banyak Rp300.000.000,- (tiga ratus
juta rupiah).
o
Besarnya NPOPTKP
ditetapkan oleh Kepala Kanwil DJP atas nama Menteri Keuangan untuk setiap
kabupaten/kota dengan mempertimbangkan pendapat Pemda setempat.
o
Ketentuan besarnya NPOPTKP diatur lebih lanjut dalam PP Nomor 113 Tahun 2000.
4.
Bagaimana cara menghitung BPHTB terutang ?
·
BPHTB
terutang = 5 % x NPOP Kena Pajak;
·
NPOP
Kena Pajak = NPOP – NPOPTKP.
E. SAAT DAN TEMPAT PAJAK TERUTANG
(250304 )
1. Kapan saat BPHTB terutang dan
harus dilunasi ?
Saat
terutang dan pelunasan BPHTB untuk:
a.
jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta, yaitu
tanggal dibuat dan ditandatanginya akta pemindahan hak di hadapan Pejabat
Pembuat Akta Tanah/Notaris;
b.
tukar-menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
c.
hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
d.
waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan
haknya ke Kantor Pertanahan;
e.
pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah sejak tanggal
dibuat dan ditandatanganinya akta;
f.
pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak tanggal dibuat
dan ditandatanganinya akta;
g.
lelang adalah sejak tanggal penunjukan pemenang lelang, yaitu tanggal
ditandatanganinya Risalah Lelang oleh Kepala Kantor Lelang Negara atau kantor
lelang lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang
memuat antara lain nama pemenang lelang.
h.
putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai
kekuatan hukum yang tetap;
i.
hibah wasiat adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan
peralihan haknya ke Kantor Pertanahan;
j.
pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak
adalah sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan pemberian
hak;
k.
pemberian hak baru di luar pelepasan hak adalah sejak tanggal
ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;
l.
penggabungan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda-tanganinya
akta;
m.
peleburan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda-tanganinya akta;
n.
pemekaran usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda-tanganinya akta;
o.
hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta.
2. Dimana tempat BPHTB terutang?
Tempat BPHTB terutang adalah wilayah Kabupaten, Kota, atau Propinsi yang
meliputi letak tanah dan atau bangunan.
F. PEMBAYARAN, PENETAPAN, DAN
PENAGIHAN (250304 )
1. Sistem apakah yang dipakai sebagai dasar pemungutan
BPHTB ?
Sistem
self assessment, dimana Wajib Pajak membayar BPHTB yang terutang dengan tidak
mendasarkan pada adanya surat ketetapan pajak.
2. Bagaimana cara membayar BPHTB ?
BPHTB
yang terutang dibayar ke kas negara melalui Bank/Kantor Pos Persepsi BPHTB,
yaitu Kantor Pos dan atau Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha
Milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan
menggunakan Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (SSB).
3. Dalam waktu berapa lama SKBKB
dapat diterbitkan ?
Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya BPHTB, Direktur
Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan Kurang Bayar (SKBKB) apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau
keterangan lain ternyata jumlah BPHTB yang terutang kurang dibayar.
4. Berapa besarnya BPHTB terutang dalam SKBKB ?
BPHTB terutang dalam SKBKB adalah BPHTB terutang yang belum atau kurang dibayar
ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga 2% (dua persen) sebulan dari
jumlah kekurangan BPHTB tersebut untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh
empat) bulan, dihitung mulai saat terutangnya BPHTB sampai dengan diterbitkannya
SKBKB dimaksud.
5. Dalam waktu berapa lama SKBKBT
dapat diterbitkan ?
Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya BPHTB, Direktur
Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT) apabila ditemukan data baru dan atau
data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah BPHTB yang
terutang setelah diterbitkannya SKBKB.
6. Berapa besarnya BPHTB terutang dalam SKBKBT ?
BPHTB terutang dalam SKBKBT adalah BPHTB terutang yang belum atau kurang dibayar
ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus
persen) dari jumlah kekurangan BPHTB tersebut, kecuali Wajib Pajak melaporkan
sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.
7. Bilamana STB diterbitkan ?
Surat
Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (STB) diterbitkan apabila :
a.
BPHTB yang terutang tidak atau kurang dibayar;
b. dari
hasil pemeriksaan SSB terdapat kekurangan pembayaran BPHTB sebagai akibat salah
tulis dan atau salah hitung;
c.
Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga.
8. Berapa besarnya BPHTB terutang
dalam STB ?
BPHTB
terutang dalam STB akibat tidak atau kurang dibayar dan akibat salah tulis dan
atau hitung adalah BPHTB terutang yang belum atau kurang dibayar ditambah sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dari jumlah kekurangan
BPHTB tersebut untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan sejak
saat terutangnya BPHTB.
9. Bagaimana kedudukan STB dalam
proses penagihan BPHTB ?
STB
mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak sehingga
penagihannya dapat dilanjutkan dengan penerbitan Surat Paksa.
10. Apakah dasar penagihan BPHTB ?
·
Dasar
penagihan BPHTB adalah SKBKB, SKBKBT, STB dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat
Keputusan Keberatan, maupun Putusan Banding yang menyebabkan jumlah BPHTB yang
harus dibayar bertambah.
·
Tata
cara penagihan BPHTB diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan.
11. Berapa lama jangka waktu
pelunasan SKBKB, SKBKBT, STB dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan, maupun Putusan Banding yang menyebabkan jumlah BPHTB yang harus
dibayar bertambah?
·
BPHTB
terutang dalam SKBKB, SKBKBT, STB dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat
Keputusan Keberatan, maupun Putusan Banding yang menyebabkan jumlah BPHTB yang
harus dibayar bertambah harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu)
bulan sejak diterima oleh Wajib Pajak;
·
Apabila
sampai dengan jangka waktu 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud tidak atau kurang
dibayar, dapat ditagih dengan Surat Paksa, yaitu surat perintah membayar pajak
dan tagihan yang berkaitan dengan pajak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku yang mempunyai kekuatan sama dengan putusan
pengadilan (parate executie).
G. KEBERATAN, BANDING, DAN
PENGURANGAN (250304 )
1. Apa saja yang dapat diajukan
permohonan keberatan BPHTB ?
Yang
dapat diajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak adalah :
a.
SKBKB, yaitu surat ketetapan yang menentukan besarnya jumlah BPHTB terutang,
jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan
jumlah yang masih harus dibayar;
b.
SKBKBT, yaitu surat ketetapan yang menentukan tambahan atas jumlah BPHTB yang
telah ditetapkan;
c.
SKBLB, yaitu surat ketetapan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran BPHTB
karena jumlah BPHTB yang telah dibayar lebih besar daripada BPHTB yang
seharusnya terutang;
d.
SKBN, yaitu surat ketetapan yang menentukan jumlah BPHTB yang terutang sama
besarnya dengan jumlah BPHTB yang dibayar..
2. Bagaimana tata cara permohonan
keberatan BPHTB ?
·
Membuat
permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Kepala KPPBB dengan
mengemukakan jumlah BPHTB yang terutang menurut penghitungan Wajib Pajak
disertai dengan alasan yang jelas, yaitu didukung dengan data atau bukti bahwa
jumlah BPHTB yang terutang atau lebih bayar yang ditetapkan oleh fiskus tidak
benar;
-
Menyampaikan permohonan secara
lengkap sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam batas waktu 3 (tiga)
bulan sejak diterimanya SKBKB, SKBKBT, SKBLB, atau SKBN; kecuali Wajib Pajak
dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan
di luar kekuasaannya.
-
Melampirkan foto kopi sebagai
berikut :
o
Fotocopy SSB
o
Asli
SKBKB/SKBKBT/SKBLB/SKBN
o
Fotocopy Akta/Risalah
Lelang/Surat Keputusan Pemberian Hak Baru/Putusan Hakim
o
Fotocopy KTP/ Paspor /
KK /identitas lain
Ø
Permohonan keberatan yang tidak memenuhi persyaratan tidak dianggap sebagai
Surat Keberatan sehingga tidak dipertimbangkan;
Ø
Tanda
penerimaan Surat Keberatan yang diberikan oleh pejabat Direktorat Jenderal Pajak
yang ditunjuk untuk itu atau tanda pengiriman Surat Keberatan melalui pos
tercatat menjadi tanda bukti penerimaan Surat Keberatan tersebut bagi
kepentingan Wajib Pajak.
Ø
Apabila
diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan keberatan, Direktur Jenderal
Pajak wajib memberikan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan
BPHTB.
Ø
Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar BPHTB dan pelaksanaan
penagihan.
3. Berapa lama jangka waktu
penyelesaian permohonan keberatan BPHTB ?
Direktur
Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal
Surat Permohonan Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang
diajukan. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud telah lewat dan Direktur
Jenderal Pajak tidak memberikan suatu keputusan, maka keberatan yang diajukan
tersebut dianggap diterima.
4. Apa yang dapat disampaikan
oleh Wajib Pajak sebelum keputusan keberatan BPHTB diterbitkan ?
Sebelum surat keputusan keberatan diterbitkan, Wajib Pajak dapat menyampaikan
alasan tambahan atau penjelasan tertulis.
5. Apa bentuk keputusan
keberatan ?
Keputusan Keberatan dapat berupa :
-
menerima seluruhnya, apabila
data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan keberatan dan/atau
diperoleh dalam pemeriksaan terbukti kebenarannya.
-
menerima sebagian, apabila
data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan keberatan dan/atau
diperoleh dalam pemeriksaan sebagian terbukti kebenarannya.
-
menolak, apabila data/bukti-bukti
yang dilampirkan dalam pengajuan keberatan dan/atau diperoleh dalam
pemeriksaan tidak terbukti kebenarannya.
-
menambah jumlah pajaknya, apabila
data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan keberatan dan/atau
diperoleh dalam pemeriksaan, mengakibatkan peningkatan jumlah BPHTB-nya.
6.
Apa yang dapat dilakukan Wajib Pajak jika permohonan keberatannya ditolak ?
·
Wajib
Pajak yang keberatannya ditolak dapat mengajukan banding ke Badan Pengadilan
Pajak (BPP).
·
Permohonan dimaksud diatur lebih lanjut dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002
tentang Pengadilan Pajak.
7.
Apa bentuk putusan Banding ?
Putusan Banding dapat berupa :
-
menolak;
-
mengabulkan sebagian
atau seluruhnya;
-
menambah pajak yang
harus dibayar;
-
tidak dapat diterima;
8.
Bagaimana sifat Putusan Banding ?
Putusan Banding oleh BPP bukan
merupakan putusan final dan dapat diajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah
Agung.
9.
Bagaimana jika Putusan Banding menerima sebagian atau seluruhnya ?
Apabila putusan banding menerima
sebagian atau seluruhnya, maka kelebihan pembayaran dikembalikan dengan ditambah
imbalan bunga sebesar 2% untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat)
bulan dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran
BPHTB sampai dengan diterbitkannya Putusan Banding.
10. Kepada siapa pengurangan BPHTB
dapat diberikan ?
Pengurangan BPHTB dapat diberikan Wajib Pajak melalui permohonan karena:
a.
kondisi tertentu Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan Objek BPHTB, atau
b.
kondisi Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan sebab-sebab tertentu, atau
c.
tanah dan atau bangunan digunakan untuk kepentingan sosial atau pendidikan yang
semata-mata tidak untuk mencari keuntungan.
H. PENGEMBALIAN KELEBIHAN
PEMBAYARAN (250304 )
1. Dalam hal apa terjadi kelebihan
pembayaran BPHTB ?
Kelebihan pembayaran BPHTB terjadi dalam hal :
a.
BPHTB yang dibayar lebih besar daripada yang seharusnya terutang;
b.
BPHTB yang dibayar tidak seharusnya terutang;
c.
permohonan pengurangan dikabulkan;
d.
pengajuan keberatan atas ketetapan BPHTB dikabulkan seluruhnya atau sebagian;
e.
permohonan banding terhadap keputusan keberatan dikabulkan seluruhnya atau
sebagian;
f.
perubahan peraturan.
2. Bagaimanakah perlakuan atas
kelebihan pembayaran BPHTB ?
Kelebihan Pembayaran PBB dapat
dikembalikan kepada Wajib Pajak (restitusi), diperhitungkan dengan utang pajak
lainnya, atau disumbangkan kepada Negara.
3. Dalam jangka waktu maksimal
berapa lama KPPBB harus memberikan jawaban atas surat permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran BPHTB dimaksud ?
Surat Keputusan Direktur Jenderal
Pajak harus diterbitkan dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak
diterimanya surat permohonan secara lengkap dari Wajib Pajak. Apabila dalam
jangka waktu tersebut surat keputusan tidak diterbitkan maka permohonan Wajib
Pajak dianggap dikabulkan serta Kepala KPPBB harus menerbitkan SKBLB dalam
jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.
4. Apakah bentuk Surat Keputusan
yang dapat diterbitkan atas pengembalian kelebihan pembayaran BPHTB ?
Direktur
Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan (sederhana dan lapangan)
menerbitkan:
·
SKBLB,
apabila jumlah BPHTB yang dibayar ternyata lebih besar daripada jumlah BPHTB
yang terutang atau dilakukan pembayaran BPHTB yang tidak seharusnya terutang;
·
SKBN,
apabila jumlah BPHTB yang dibayar sama dengan jumlah BPHTB yang terutang;
·
SKBKB,
apabila jumlah BPHTB yang dibayar ternyata kurang dari jumlah BPHTB yang
seharusnya terutang.
5. Kapan pengembalian kelebihan
pembayaran BPHTB dilakukan ?
Pengembalian kelebihan pembayaran
BPHTB dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak
diterbitkannya SKBLB, yaitu dengan diterbitkannya Surat Perintah Membayar
Kelebihan BPHTB (SPMKB) oleh Kepala KPPBB. Dalam hal Kepala KPPBB terlambat
menerbitkan SPMKB, maka Wajib Pajak diberikan bunga sebesar 2 % (dua persen)
sebulan sampai dengan diterbitkannya SPMKB dimaksud.
.
I. PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN
BPHTB (250304 )
1. Bagaimana pengelolaan hasil
penerimaan BPHTB ?
Hasil penerimaan BPHTB dibagi dengan
perimbangan sebagai berikut :
-
20 % (duapuluh persen) untuk pemerintah pusat yang selanjutnya
dikembalikan lagi secara merata ke setiap kabupaten/kota
-
16 % (enambelas persen) untuk propinsi;
-
64 % (enampuluh empat persen) untuk kabupaten/kota.
J. KETENTUAN BAGI PEJABAT
(250304 )
1. Kapan Pejabat dapat
menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan, menandatangani
risalah lelang, menandatangani dan menerbitkan surat keputusan pemberian hak
atas tanah (SKPH), mendaftar peralihan hak atas tanah karena waris atau hibah
wasiat ?
·
Pejabat
Pembuat Akta Tanah/Notaris hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak atas
tanah dan atau bangunan pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran
berupa SSB.
·
Pejabat
Lelang Negara hanya dapat menandatangani Risalah Lelang perolehan hak atas tanah
dan atau bangunan pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran berupa SSB.
·
Pejabat
yang berwenang menandatangani dan menerbitkan SKPH hanya dapat menandatangani
dan menerbitkan surat keputusan dimaksud pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti
pembayaran berupa SSB.
·
Pendaftaran peralihan hak atas tanah karena waris atau hibah wasiat hanya dapat
dilakukan oleh Pejabat Pertanahan Kabupaten/Kota pada saat Wajib Pajak
menyerahkan bukti pembayaran berupa SSB.
2. Apa sanksi bagi PPAT/Notaris
atau Pejabat Lelang Negara yang menandatangani akta pemindahan hak atas tanah
dan atau bangunan/risalah lelang tanpa adanya bukti pembayaran berupa SSB ?
Dikenakan sanksi administrasi dan denda sebesar Rp7.500.000,00 (tujuh juta lima
ratus ribu rupiah) untuk setiap pelanggaran.
3. Apa kewajiban PPAT/Notaris
atau Pejabat Lelang Negara ?
Melaporkan pembuatan akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan atau
Risalah Lelang perolehan hak atas tanah dan atau bangunan kepada Direktorat
Jenderal Pajak (KPPBB setempat) selambat-lambatnya pada tanggal 10 (sepuluh)
bulan berikutnya.
4. Apa sanksi bagi PPAT/Notaris
yang tidak melaporkan pembuatan akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan
ke KPPBB ?
Dikenakan sanksi administrasi dan denda sebesar Rp250.000,00 (dua ratus lima
puluh ribu rupiah) untuk setiap laporan.
5. Apa sanksi bagi Pejabat
Pertanahan yang menandatangani dan menerbitkan SKPH atau mendaftar peralihan hak
atas tanah karena waris atau hibah wasiat
tanpa adanya bukti pembayaran berupa SSB ?
Dikenakan sanksi sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang
Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
4. Apa sanksi bagi Kepala Kantor
Lelang Negara yang tidak melaporkan pembuatan risalah lelang ke KPPBB ?
Dikenakan sanksi sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang
Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.